Pacaran bagi orang Kristen ditandai dengan:
1.Proses Peralihan dari Subjective Love ke Objective Love.
Subjective
love sebenarnya tidak berbeda daripada manipulative love yaitu kasih
dan pemberian yang diberikan untuk memanipulir orang yang menerima.
Pemberian yang dipaksakan sesuai dengan kemauan dan tugas dari si
pemberi dan tidak memperhitungkan akan apa yang sebenarnya dibutuhkan
oleh si penerima. Sesuai dengan sinful naturenya, setiap anak kecil
telah belajar mengembangkan subjective love. Dan subjective love ini
tidak dapat menjadi dasar pernikahan. Pacaran adalah saat yang tepat
untuk mematikan sinful nature tsb, dan mengubah kecenderungan subjective
love menjadi objective love. Yaitu memberi sesuai dengan apa yang baik
yang betul-betul dibutuhkan si penerima
2.Proses Peralihan dari Envious Love ke Jealous Love.
Envious
sering diterjemahkan sama dengan jealous yaitu cemburu. Padahal envious
mempunyai pengertian yang berbeda.Envious adalah kecemburuan yang
negatif yang ingin mengambil dan merebut apa yang tidak menjadi haknya.
Sedangkan jealous adalah kecemburuan yang positif yang menuntut apa yang
memang menjadi hak dan miliknya. Tidak heran, kalau Alkitab sering
menyaksikan Allah sebagai Allah yang jealous, yang cemburu (misal:
20:5). Israel milik-Nya umat tebusan-Nya. Kalau Israel menyembah berhala
atau lebih mempercayai bangsa-bangsa kafir sebagai pelindungnya, Allah
cemburu dan akan merebut Israel kembali kepada-Nya. Begitu pula dengan
pergaulan pemuda-pemudi. Pacaran muda-mudi Kristen harus ditandai dengan
jealous love. Mereka tidak boleh menuntut sesuatu yang bukan atau belum
menjadi haknya ( seperti: hubungan seksual pra-nikah, wewenang mengatur
kehidupannya, dsb). Tetapi mereka harus menuntut apa yang memang
menjadi haknya, seperti kesempatan untuk dialog, pelayanan ibadah pada
Allah dalam Tuhan Yesus, dsb.
3.Proses Peralihan dari Romantic Love ke Real Love.
Romantic
love adalah kasih yang tidak realistis, kasih dalam alam mimpi yang
didasarkan pada pengertian yang keliru bahwa kehidupan ini manis
semata-mata. Muda-mudi yang berpacaran biasanya terjerat pada romantic
love. Mereka semata-mata menikmati hidup sepuas-puasnya tanpa coba
mempertanyakan realitanya, misal: - apakah kata-kata dan janji-janjinya
dapat dipercaya, - apakah dia memang orang yang begitu sabar, caring,
penuh tanggung jawab seperti yang selama ini ditampilkan - apakah
realita hidup akan seperti ini terus penuh cumbu-rayu,rekreasi,
jalan-jalan, cari hiburan) Pacaran adalah persiapan pernikahan, oleh
karena itu pacaran Kristen tidak mengenal dimabuk cinta. Pacaran Kristen
boleh?dinikmati tetapi harus berpegang pada hal-hal yang realistis.
Pacaran
dari orang-orang non-Kristen hampir selalu activity-center. Isi dan
pusat dari pacaran tidak lain daripada aktivitas (nonton, jalan-jalan,
duduk berdampingan, cari tempat rekreasi, dsb.), sehingga pacaran 10
tahun pun tetap merupakan 2 pribadi yang saling tidak mengenal.
Sedangkan pacaran orang-orang Kristen berbeda. Sekali lagi orang-orang
Kristen juga boleh berekreasi dsb, tetapi centernya (isi dan pusatnya)
bukan pada rekreasi itu sendiri, tapi pada dialog yaitu interaksi antara
dua pribadi secara utuh (Martin Buber, I and Thou, by Walter Kauffmann,
Charles Scribner's Sons, NY: 1970), sehingga hasilnya suatu pengenalan
yang benar dan mendalam.
5.Proses Peralihan dari Sexual Oriented ke Personal Oriented.
Pacaran
orang Kristen bukanlah saat untuk melatih dan melampiaskan kebutuhan
seksuil. Orientasi dari kedua insan tsb,bukanlah pada hal-hal seksuil,
tapi sekali lagi (seperti telah disebutkan dalam no. 4) pada pengenalan
pribadi yang mendalam.
Jadi, masa pacaran memang tidak lain daripada masa persiapan pernikahan.
Oleh
karena itu pengenalan pribadi yang mendalam adalah keharusan. Melalui
dialog, kita akan mengenal beberapa hal yang sangat primer sebagai dasar
pertimbangan apakah pacaran akan diteruskan atau putus sampai disini.
Beberapa hal yang primer tsb, antara lain:
* Imannya.
Apakah
sebagai orang Kristen dia betul-betul sudah dilahirkan kembali (Yoh
3:3), mempunyai rasa takut akan Tuhan (Amsal 1:7)?lebih daripada
ketakutannya pada manusia, sehingga di tempat-tempat yang tersembunyi
dari mata manusia sekalipun ia tetap takut berbuat dosa. Apakah ia
mempunyai kehausan akan kebenaran Allah dan menjunjung tinggi hal-hal
rohani
* Kematangan Pribadinya.
Apakah ia
dapat menyelesaikan konflik-konflik dalam hidupnya dengan cara yang baik
Dapat bergaul dan menghormati orang-orang tua Apakah ia menghargai
pendapat orang lain
* Temperamennya.
Apakah
ia dapat menerima dan memberi kasih secara sehat Dapat menempatkan diri
dalam lingkungan yang baru bahkan sanggup membina komunikasi dengan
mereka Apakah emosinya cukup stabil
* Tanggung-jawabnya.
Apakah dia secara konsisten dapat menunjukkan tanggung-jawabnya,baik dalam studi, pekerjaan, uang, seks, dsb.
Kegagalan
dialog akan menutup kemungkinan mengenali hal-hal yang primer di atas.
Dan pacaran 10 tahun sekalipun belum mempersiapkan mereka memasuki phase
pernikahan.
Kegagalan dalam dialog biasanya ditandai dengan pemikiran-pemikiran berikut:
* Saya takut bertengkar dengan dia, takut menanyakan hal-hal yang dia tidak sukai.
* Setiap kali bertemu kami selalu mencari acara keluar ... atau kami ingin selalu bercumbuan saja.
* Saya rasa dia akan meninggalkan saya kalau saya menuntut kebenaran yang saya yakini. Saya takut ditinggalkan.
* Saya tidak keberatan atas kebiasaannya, wataknya bahkan jalan pikirannya asalkan dia tetap mencintai saya, dsb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar